Makna Simbol Perkawinan
Peralatan (uparengga) yang dipergunakan pada saat upacara makala-kalaan adalah merupakan simbol (nyasa). Adapun makna simbol-simbol yang dipergunakan dalam upacara makala-kalaan tersebut adalah sebagai berikut:
Sanggah Surya
Sanggah surya biasanya ditancapkan di halaman rumah dengan posisi menghadap ke barat atau ke selatan, atau berhadap-hadapan dengan calon pengantin. Sanggah surya adalah merupakan simbol (nyasa) sthana manifestasi Sang Hyang Widhi, dalam hal ini adalah merupakan sthananya Dewa Surya, dan Sang Hyang Smarajaya bersama Sang Hyang Smara Ratih.
Tetimpug
Tetimpug merupakan sarana yang juga dipergunakan dalam upacara makala-kalaan. Tetimpug merupakan beberapa potong bambu, biasanya tiga potong bambu kecil yang ada ruasnya sebanyak lima ruas atau tujuh ruas. Tetimpung berfungsi sebagai alat komunikasi baik niskala maupun sakala. Secara niskala tetimpug berfungsi untuk memberitahukan bhūta kala yang akan mendapat persembahan bahwa upacara makala-kalaan segera dimulai. Secara sakala tetimpug juga mempunyai fungsi untuk memberitahukan kepada warga sekitar bahwa upacara makala-kalaan segera dimulai.
Kalabang Kala Nareswari (Kala badeng)
Kelabang ini merupakan simbol dari sang pengantin sehingga dibuat menyerupai manusia. Makna dari kelabang ini adalah energi yang menyatu, yaitu menyatunya energi pengantin pria dengan energi pengantin wanita.
Tikeh dadakan (tikeh kecil)
Dalam pelaksanaan upacara makala-kalaan dibuatkan tikeh dadakan. Tikeh dadakan ini diduduki oleh pengantin wanita, sedangkan pengantin pria membawa sebuah keris. Tikeh dadakan ini memiliki makna sebagai kekuatan prakrti (kekuata yoni). Sedangkan keris merupakan simbol kekuatan purusa (kekuatan lingga). Pada saat upacara makala-kalaan, keris yang dipegang oleh pengantin pria dipergunakan untuk merobek tikeh dadakan.
Benang Putih
Dalam pelaksanaan upacara makala-kalaan dipergunakan benang putih yang kedua ujungnya masing-masing diikatkan pada sebuah cabang pohon dapdap). Pada saat upacara makala-kalaan berlangsung kedua pengantin melewati atau memutus benang tersebut sebanyak tiga kali. Adapun makna dari benang tersebut adalah sebagai simbol penyucian sebel kandelan sang pengantin.
Tegen-Tegenan
Dalam upacara makala-kalaan juga terdapat perangkat tegen-tegenan. Perangkat tegen-tegenan tersebut terdiri dari batang kayu dapdap atau tebu sebagai sanan, sebuah cangkul, dan dibagian depannya digantungkan periuk berisi siut, ikan yuyu, sedangkan dibagian belakannya sebutir buah kelapa.
Makna dari tegen-tegenan itu adalah merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab yang bersifat sekala-niskala. Selain itu mategen-tegenan juga merupakan sebuah nasehat kepada kedua pengantin, setelah berumah tangga harus bekerja keras, karena tugas seorang kepala rumah tangga sangat berat, bahkan lebih berat dari orang yang melaksanakan sukla brahmacari.
Suhun-Suhunan (sarana junjungan)
Dalam pelaksanaan upacara makala-kalaan selain adanya tegen-tegenan yang dipikul oleh pengantin pria, juga ada suhun-suhunan yang dijunjung oleh pengantin wanita. Sarana yang terdapat pada suhun-suhunan adalah sebagai berikut:
a. Penyegjeg
Penyegjeg adalah permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi supaya sang pengantin dianugrahkan perilaku yang bersifat jujur, bertindak selalu berdasarkan suara budhinya, karena mulai terjun untuk bermasyarakat. Adapun isi penyegjeg tersebut terdiri dari: (1) Beras, benang, tingkih, pangi, porosan (eteh-eteh tetukon), (2) Tunas kelapa (pujer), (3) Tunas pohon pinang, (4) Pohon keladi, (5) Pohon kunyit, (6) Pohon endong. Semua bentuk simbol-simbol di atas memiliki makna sebagai permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi.
b. Penegteg
Yajña yang termasuk suhun-suhunan di samping penyegjeg, juga ada lagi yaitu penegteg. Adapun cara merangkai penegteg adalah sebuah bakul di dalamnya berisi sebuah nasi tumpeng, berisi jajan, pisang, tebu, buah-buahan, peras, tulung sayut, canang burat wangi, lenga wangi, berisi banten danan, penyeneng, dan sampian naga sari.
Suhun-suhunan juga memiliki makna yang bersifat edukatif yaitu memberikan petunjuk tentang swadharma sebagai seorang istri yaitu selalu melaksanakan yasa (beryajña) atas dasar ketulusan hati.
Sapu Lidi (3 katih)
Upacara makala-kalaan yang dijalankan oleh kedua pengantin juga menggunakan uparengga berupa sapu lidi sebanyak tiga katih (batang). Sapu lidi ini dipegang oleh pengantin pria sambil berjalan di belakang pengantin wanita. Pada saat kedua pengantin berjalan mengelilingi sanggah surya sebanyak tiga kali, pada saat itulah pengantin pria mencemeti pengantin wanita. Makna dari simbol tersebut adalah pengantin pria memberi semangat kepada pengantin wanita agar di dalam mengarungi kehidupan berumah tangga selalu bekerja keras untuk menghidupi seluruh keluarga. Kitab suci menyebutkan bahwa masa hidup berumah tangga merupakan masa yang paling berat, karena seorang grhastin selain menghidupi anak, istrinya juga harus menghidupi orang tua, sanyasin, tamu, dan melaksanakan Panca Yajña.
Sambuk (serabut) kupakan
Upacara makala-kalaan juga menggunakan sambuk (serabut) yang dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali dan diikat dengan benang tri datu. Pada saat upacara makala-kalaan berlangsung serabut kelapa itu ditendang oleh kedua pengantin, yang disebut matanjung sambuk, masing-masing sebanyak tiga kali, setelah itu diduduki secara simbolis oleh pengantin wanita. Adapun makna dari upacara metanjung sambuk tersebut adalah bahwa di dalam menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa ada rintangan yang menghadang.
Menusuk Klukuh berisi Berem
Upacara selanjutnya yang harus dilaksanakan dalam rangkaian upacara mekala-kalaan adalah menusuk klukuh berisi berem yang ada pada sanggah surya. Klukuh yang berisi berem ditusuk oleh pengantin pria dengan menggunakan keris sampai beremnya keluar.
Menusuk klukuh yang dilakukan oleh pengantin pria apabila dipandang dari spiritual berarti kala nareswari telah disomya menjadi kekuatan kedewataan, menjadilah Sang Hyang Smarajaya dan Sang Hyang Smara Ratih.
Madagang-dagangan
Madagang-dagangan terdapat dalam rangkaian upacara makala-kalaan. Madagang-dagangan dilakukan oleh pengantin pria dengan pengantin wanita. Di dalam medagang-dagangan terdapat aktifitas tawar-menawar dan selanjutnya jual beli. Akhir dari medagang-dagangan merobek tikeh dadakan. Makna dari simbol madagang-dagangan adalah kesepakatan, yaitu kelak setelah berumah tangga segala sesuatu harus diputuskan dengan musyawarah mufakat.
Mengelilingi Sanggah Surya
Upacara terakhir yang dilaksanakan oleh kedua pengantin sebagai rangkaian upacara makala-kalaan adalah mengelilingi sanggah surya. Mengelilingi sanggah surya searah dengan jarum jam sebanyak tiga kali mengandung makna telah meningkatnya kesucian kedua pengantin ke arah kedewataan yang menuju ke sapta sunya.
Dirangkum oleh: Ni Nyoman Sudiani
Daftar Pustaka
Pudja, Gede. dan Tjokorda Rai Sudharta. 2004. Mānava Dharmaśāstra. Surabaya: Paramita.
Sudarsana, I.B Putu. 2008. Ajaran Agama Hindu Makna Upacara Perkawinan Hindu. Denpasar: Panakom Publishing untuk Yayasan Dharma Acarya.
Sudharta, Tjok Rai. 2006. Manusia Hindu dari Kandungan sampai Perkawinan. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.
Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita.
Titib, I Made. 1996. Perkawinan dan Kehidupan Keluarga menurut Kitab Suci Veda. Surabaya: Paramita
Pudja, Gede. dan Tjokorda Rai Sudharta. 2004. Mānava Dharmaśāstra. Surabaya: Paramita.
Sudarsana, I.B Putu. 2008. Ajaran Agama Hindu Makna Upacara Perkawinan Hindu. Denpasar: Panakom Publishing untuk Yayasan Dharma Acarya.
Sudharta, Tjok Rai. 2006. Manusia Hindu dari Kandungan sampai Perkawinan. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.
Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita.
Titib, I Made. 1996. Perkawinan dan Kehidupan Keluarga menurut Kitab Suci Veda. Surabaya: Paramita